LIDIK.ID , Jakarta – Setelah menjalani pemeriksaan panjang, Bareskrim Polri akhirnya menetapkan 4 tersangka penyelewengan dana ACT (Aksi Cepat Tanggap). Di antaranya, Ahyudin selaku pendiri dan Eks Presiden ACT, serta Ibnu Khajar selaku Presiden ACT saat ini. Selasa, (26/7/2022).
Salah satu dugaan pidana itu terkait penyalahgunaan dana dari Boeing. Namun, sejauh ini keempat tersangka belum ditahan karena menunggu gelar perkara penahanan.
Wadir Tipideksus Bareskrim Polri, Kombes Helfi Assegaf, awalnya menjelaskan soal dana dari Boeing untuk para ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610. Menurutnya, ACT diduga menyelewengkan dana Rp 34 miliar dari total Rp 103 miliar yang diterima dari Boeing.
“Program yang sudah dibuat oleh ACT, kurang lebih Rp 103 miliar, dan sisanya Rp 34 miliar digunakan tidak sesuai peruntukannya,” kata Wadir Tipideksus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf dalam jumpa pers di Mabes Polri, Senin (25/7/2022).
Kasus penyelewengan donasi ACT terkuak usai Majalah Tempo menerbitkan laporan investigasi edisi Jumat (4/7/2022). Diduga ACT melakukan pencucian uang dengan membentuk perusahaan cangkang, dan para petingginya mendapat gaji fantastis dari uang donasi.
Diketahui, Polisi mengumumkan penetapan tersangka 4 petinggi yayasan Aksi Cepat Tanggap atau ACT pada hari ini, Senin (25/7/2022). Empat petinggi tersebut adalah Ahyudin, Novariadi Imam Akbari, Heryana Hermai, dan Ibnu Khajar.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menyatakan keempatnya dijerat dengan pasal berlapis mulai dari soal penyelewengan dana hingga pencucian uang.
“Persangkaan pasal tindak pidana penggelapan dan/atau penggelapan dalam jabatan dan/atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik dan/atau tindak pidana yayasan dan/atau pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam pasal 372 KUHP, pasal 374 KUHP, pasal 45 A ayat 1 junto pasal 28 ayat 1 UU No. 19/2016 tentang perubahan UU No. 11/2008 tentang ITE,” ungkapnya.
Selanjutnya, pasal 70 ayat 1 dan 2 junto pasal 5 UU No. 16/2001sebagaimana telah diubah UU No. 28/2004 tentang perubahan atas UU No. 16/2001 tentang Yayasan.
Berikutnya, pasal 3, pasal 4, dan pasal 6 UU No. 8/2010 tetang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, serta yang terakhir pasal 55 KUHP junto pasal 56 KUHP.
Sebelumnya, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri telah meminta keterangan 18 orang saksi dalam penyidikan kasus dugaan penyelewengan dana oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Pemeriksaan saksi-saksi telah bergulir sejak Dittipideksus melakukan penyelidikan pada Jumat, 8 Juli 2022. Pemeriksaan tersebut diawali dengan pemeriksaan terhadap petinggi ACT, yakni pendiri ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar.
Sejak itu pemeriksaan saksi-saksi terus berlanjut sampai penyidik menaikkan status penanganan perkara ke tahap penyidikan pada Senin (11/7/2022)
Selain Ahyudin dan Ibnu Khajar, Ketua Pembina Yayasan ACT Novariado Imam Akbari, anggota Dewan Syariah Yayasan ACT Bobby Herwibowo, Pengawas Yayasan ACT Sudarman, Ketua Dewan Syariah Yayayasan ACT Amir Faishol Fath, Pengurus/Senior Vice President Operational Global Islamic Philantrophy Heryana Hermain, dan Direktur PT Hydro Perdana Retailindo Syahru Ariansyah. PT Hydro selaku perusahaan yang terafiliasi dengan ACT.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Polisi Whisnu Hermawan menyebutkan ada tiga hal yang didalami oleh penyidik dalam kasus ACT, yakni terkait dugaan penyelewengan dana CSR ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 dari perusahaan pembuat pesawat Boeing, kemudian masalah penggunaan uang donasi yang tidak sesuai peruntukannya, yaitu terkait dengan informasi yang diberikan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPAT).
“Yang ketiga, adanya dugaan menggunakan perusahaan-perusahaan baru sebagai cangkang dari perusahaan ACT, ini didalami,” kata Whisnu di Bareskrim Polri, Kamis (14/7/2022) lalu.
Penyidik mengendus pendirian sejumlah perusahaan ini sebagai perusahaan cangkang yang diduga digunakan untuk pencucian uang.
“Perusahaan cangkang yang dibentuk tetapi tidak beroperasi sesuai pendiriannya, hanya untuk sebagai perusahaan money loundring,” ungkap Whisnu.
Kendati demikian, polisi tampaknya belum menelusuri soal dugaan pendanaan teroris oleh ACT seperti laporan PPATK. Usai pemeriksaan Jumat dini hari lalu, Ahyudin menyatakan tak pernah ditanya soal itu, padahal dia telah diperiksa sembilan kali.***
Discussion about this post