Lidik.id, Jakarta – Ketegangan antara China dan Amerika Serikat (AS) kembali memanas. Negeri Tirai Bambu kini memanfaatkan salah satu senjata ekonominya yang paling strategis, logam tanah jarang (rare earths). Mineral ini menjadi andalan utama China dalam membalas tarif tinggi yang diberlakukan AS terhadap barang-barang impornya.
Mulai 4 April 2025, pemerintahan Presiden Xi Jinping resmi memberlakukan pembatasan ekspor terhadap tujuh jenis mineral logam tanah jarang. Langkah ini dinilai sebagai bentuk pembalasan langsung terhadap tarif impor sebesar 34% yang sebelumnya diterapkan oleh pemerintahan Donald Trump.
Pembatasan ekspor ini mengharuskan semua perusahaan di China untuk mendapatkan izin khusus sebelum bisa menjual logam tanah jarang dan produk turunannya, seperti magnet, ke pasar internasional.
“China menunjukkan bahwa mereka dapat mengerahkan kekuatan ekonomi yang luar biasa dengan menjadi strategis. Mereka benar-benar menyerang industri Amerika tepat di tempat yang menyakitkan,” ujar Justin Wolfers, profesor ekonomi dan kebijakan publik dari Universitas Michigan.
Logam tanah jarang memainkan peran vital dalam industri teknologi global. Mineral ini digunakan dalam berbagai perangkat canggih mulai dari iPhone, kendaraan listrik, mesin jet, hingga alat medis seperti MRI. Magnet yang dihasilkan dari logam ini memungkinkan kinerja motor dan generator yang lebih efisien dalam ukuran yang lebih kecil.
Langkah strategis ini bukan pertama kalinya digunakan China. Sejak perang dagang jilid I saat masa jabatan pertama Donald Trump, Xi Jinping sudah menyadari pentingnya posisi dominan China dalam rantai pasok logam tanah jarang.
Kini, dengan tensi perdagangan yang kembali memanas, China tampaknya siap menunjukkan kekuatan penuh dalam memanfaatkan komoditas strategis ini untuk menekan balik AS.
Discussion about this post