LIDIK.ID, Jakarta — Krisis gagal bayar yang menimpa PT Dana Syariah Indonesia (DSI) terus memunculkan gelombang protes. Ribuan lender kini bersatu menuntut pertanggungjawaban penuh atas dana mereka yang macet sejak 2024 dan memuncak pada Oktober 2025. Senin, (17/11/2025).
Di tengah maraknya geliat ekonomi digital, kepercayaan publik kembali terpukul. Harapan ribuan masyarakat mulai dari pekerja, pensiunan, hingga umat yang berhijrah menghindari riba—seakan runtuh setelah platform fintech syariah DSI mengalami gagal bayar serentak. Padahal, layanan ini selama bertahun-tahun digandrungi karena mengantongi izin OJK dan label syariah dari DSN-MUI.
Paguyuban Lender DSI, yang menaungi sekitar 2.500 anggota, mendesak manajemen PT Dana Syariah Indonesia untuk hadir dan bertanggung jawab atas krisis gagal bayar yang menimbulkan kerugian hingga Rp815,2 miliar.
Perwakilan paguyuban, Rida, menyebut pembatalan pertemuan sebelumnya sebagai bentuk pengingkaran komitmen moral. Ia menegaskan DSI wajib hadir dalam pertemuan lanjutan yang dijadwalkan pada 18 November 2025.
“Kami menuntut bukan hanya evaluasi, tetapi pertanggungjawaban yang nyata. Jangan biarkan nama sakral ‘syariah’ menjadi bermakna pengkhianatan di mata umat,” ujarnya.
Rida mendesak DSI membuka data secara transparan, termasuk aliran dana dan status borrower yang diduga menerima pembiayaan over plafon.
Selain kepada perusahaan, paguyuban juga meminta DSN-MUI turun tangan secara lebih konkret. Menurutnya, lembaga tersebut bukan hanya pembuat fatwa, tetapi juga memiliki tanggung jawab moral karena memberi legitimasi syariah terhadap platform tersebut.
Di sisi lain, ia menilai OJK harus mempercepat proses audit investigatif dan mengambil tindakan tegas yang berorientasi pada pengembalian dana lender, bukan hanya menjatuhkan sanksi administratif.
“DSI harus hadir dan menyerahkan proposal penyelesaian yang konkret dan realistis pada pertemuan 18 November 2025,” tegas Rida.
Ia menjelaskan, selama ini DSI membawa dua jaminan kredibilitas: izin resmi dan pengawasan dari OJK serta label syariah dari DSN-MUI. Kombinasi itu membuat banyak orang percaya dan menanamkan dana, termasuk pensiunan yang ingin masa tua aman.
“Label syariah membuat kami tenang. Kami tidak mengejar kaya, hanya ingin dana pensiun berputar halal,” ucap salah seorang lender yang namanya disamarkan.
Namun, sejak 2024 lender mulai merasakan keterlambatan pencairan. Kondisi memburuk pada Juni 2025 ketika banyak yang tak lagi bisa menarik dana jatuh tempo. Puncaknya terjadi pada 6 Oktober 2025, saat gagal bayar serentak dialami seluruh lender.
“Yang paling memilukan adalah banyaknya korban dari kalangan pensiunan dan pekerja yang baru terkena PHK. Mereka kehilangan seluruh tabungan hari tua,” pungkasnya.***
(TRS).







Discussion about this post