Lidik.id, Pandeglang — Siapa sangka, pemuda yang dulu membantu orang tuanya berjualan nasi goreng di pinggir Alun-Alun Sukajadi, Cibaliung, kini resmi diterima di salah satu kampus paling bergengsi di dunia, Harvard University. Dialah Muhamad Yani, atau akrab disapa Yans, sosok inspiratif asal Pandeglang, Banten yang akan melanjutkan pendidikan S2 di Harvard Graduate School of Education untuk program Human Development and Education.
Perjalanan Yani bukan tanpa liku. Ia pernah merasakan tidur di jalan selama 10 hari karena tak sanggup membayar kontrakan. Bahkan sejak masa sekolah menengah, ia sudah harus membantu keuangan keluarga dengan berjualan tahu. Namun, keterbatasan itu tak memadamkan impiannya. Sebaliknya, justru menjadi bara semangat yang membentuk pribadi tangguh dan visioner.
Lulusan S1 Agribisnis Pertanian ini sejak awal sudah bercita-cita menekuni psikologi dan pendidikan. Meski tak langsung diterima di jurusan impiannya, Yani tetap konsisten memperdalam minatnya lewat berbagai kegiatan sosial dan pengembangan SDM, khususnya dalam pemberdayaan pemuda.
Pada 2022, Yani mendirikan Leuweung Hub Foundation, sebuah yayasan non-profit yang fokus pada kesetaraan pendidikan, pengembangan potensi, dan pemberdayaan anak muda. Hingga kini, yayasan tersebut telah menjangkau lebih dari 41.000 pelajar di seluruh Indonesia melalui ribuan Duta Inisiatif di 34 provinsi. Ia juga mendirikan Leuweung Bamboo School Project, sekolah non-formal pertama di Kabupaten Pandeglang yang menjunjung inklusivitas dan pendidikan alternatif.
Perjalanan menuju Harvard pun bukan perkara instan. Di percobaan pertama seleksi beasiswa LPDP pada 2024, ia sempat gagal karena harus menjalani operasi tumor di kakinya tepat saat hari wawancara. Meski harus wawancara dari rumah sakit, ia tetap maju. Namun hasilnya belum berpihak padanya. Tak menyerah, ia bangkit dan mencoba lagi dengan persiapan yang lebih matang, dan akhirnya dinyatakan lolos di percobaan kedua.
Tak hanya itu, Yani juga telah menerima lebih dari 10 Letter of Acceptance dari kampus luar negeri ternama, termasuk Oxford dan Imperial College London. Ia pun terpilih sebagai awardee YSEALI Academic Fellowship Program, membawa proyek sosialnya hingga kancah internasional.
“Setiap anak di Cibaliung harus bisa bermimpi tanpa batas. Saya ingin membuktikan bahwa garis takdir bisa diubah, bahwa anak desa pun bisa berdiri di panggung dunia,” ungkap Yani penuh semangat.
Kini, dengan bekal mimpi besar dan dedikasi yang konsisten, Yani siap menempuh studi di Harvard. Di sana, ia ingin mendalami interaksi sosial dan pengembangan psikologi anak, agar kelak bisa membangun sistem pendidikan yang lebih inklusif dan menyentuh anak-anak dari latar belakang paling terpencil sekalipun.
Cerita Muhamad Yani bukan sekadar kisah sukses, tapi juga pesan bahwa keterbatasan bukanlah akhir dari segalanya. Justru dari keterbatasan itulah, lahir kekuatan besar untuk mengubah nasib dan menginspirasi dunia.
Discussion about this post