LIDIK.ID, JAKARTA — Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi NasDem, Rudianto Lallo, mengingatkan Kejaksaan Agung agar berhati-hati dalam melakukan penyadapan terhadap pihak-pihak terduga pelaku tindak pidana. Peringatan ini disampaikan menyusul kerja sama antara Kejagung dan empat operator telekomunikasi dalam rangka mendukung upaya penegakan hukum, termasuk pemasangan perangkat penyadapan.
Rudianto menegaskan bahwa penyadapan hanya bisa dibenarkan dalam kondisi tertentu dan tidak dapat dilakukan sembarangan, terutama sebelum perkara masuk ke tahap penyidikan. Ia menilai bahwa penyadapan terhadap seseorang yang belum resmi berstatus sebagai tersangka merupakan pelanggaran terhadap hukum dan hak privasi warga negara.
“Misalkan orang belum diduga melakukan tindak pidana langsung disadap, belum naik penyidikan, nah itu pelanggaran,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa hasil penyadapan yang dilakukan di luar prosedur hukum tidak dapat dijadikan alat bukti dalam proses peradilan.
“Itu hasil penyadapan, intersepsi seperti itu, tidak bisa dijadikan alat bukti di persidangan karena diperoleh secara melanggar hukum,” tegasnya.
Namun, Rudianto tidak menampik bahwa penyadapan dapat dibenarkan dalam situasi tertentu, seperti terhadap pelaku tindak pidana yang telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Ia mencontohkan kasus buronan Harun Masiku sebagai bentuk kondisi di mana penyadapan bisa dilakukan demi kepentingan penegakan hukum.
“Misalkan sudah proses penyidikan, tersangkanya DPO, sehingga harus dicari ke mana-mana tidak didapat, seperti Harun Masiku, nah itu dimungkinkan bisa dilakukan penyadapan,” katanya.
Rudianto pun menilai perlu adanya pengaturan yang lebih tegas dan komprehensif terkait praktik penyadapan. Ia mendorong percepatan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyadapan guna melindungi hak-hak privasi warga negara.
“Kita tidak mau juga hak-hak privasi warga negara dilanggar. Idealnya penyadapan itu perlu diatur khusus dalam UU Penyadapan, dan ini sementara mau bergulir RUU tentang Penyadapan,” tambahnya.
Sebagaimana diketahui, Kejaksaan Agung baru-baru ini menandatangani nota kesepakatan bersama empat operator seluler—PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), PT Indosat Tbk, dan PT Xlsmart Telecom Sejahtera Tbk. Kerja sama ini meliputi pertukaran dan pemanfaatan data informasi untuk mendukung penegakan hukum, termasuk dalam hal penyadapan dan penyediaan rekaman informasi telekomunikasi.
Kejagung menyebut kerja sama tersebut telah sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Namun, sorotan dari legislatif mengindikasikan pentingnya kehati-hatian dan pembatasan yang ketat agar praktik penyadapan tidak menjadi alat penyalahgunaan kekuasaan yang melanggar hak konstitusional warga negara.
Discussion about this post